Jumat, 22 Maret 2013

Menyesap NILAI MORAL dari cerita anak: "LEGENDA SITU BAGENDIT"

Dongeng "SITU BAGENDIT" menjadi cerita menjelang tidur yang akrab dengan masyarakat Indonesia. Situ ini terletak di Desa Begendit, Kecamatan Banyuresmi, Jawa Barat. Nama danau ini diambil dari seorang janda kaya raya yang tamak dan kikir. Karena ketamakannya janda tua itu mendapat pelajaran dari seorang kakek dengan menenggelamkan Begenda Endit dan seluruh harta kekayaannya. Sehingga muncullah danau itu... Berikut kisahnya...

====

Alkisah, 
Di sebuah desa terpencil di Jawa Barat, Hiduplah seorang janda muda yang kaya raya. Rumah yang ia tempatipun sangatlah besar dan mewah. Dia hanya hidup sendiri dan tak mempunyai seorang temanpun. "Wahhhh, aku sangat kaya. Aku adalah orang yang paling kaya di desa ini." Janda muda itu berkata sambil melototi emas da permata yang ia miliki. Tapi sayang sungguh disayang, ia mempunya perangai yang amat buruk. sebagian harta bendanya tidak pernah ia sumbangkan kepada orang lain. Jangankan untuk orang lain, untuk diri sendirinya saja ia harus berpikir dua kali untuk mengeluarkan hartanya. Padahal, banyak penduduk desa yang miskin. Mereka hidup dalam kondisi yang memprihatinkan. Kadangkala mereka merasa lapar dan tidak makan berhari-hari. Karena kekikiran janda itu, penduduk desa memanggilnya "Bagenda Endit", yang artinya perempuan kaya yang kikir.


Suatu hari, seorang perempuan tua yang sedang menggendong bayi datang
menghampirinya. “Bagenda Endit, kasihanilah kami! Sudah berhari-hari anak saya tidak makan,” kata perempuan itu memelas.
“Hai perempuan tua yang tidak tahu diri!! Enyahlah kau dari hadapanku!” bentak Bagenda Endit. Karena kasihan melihat bayinya, pengemis tua itu kembali memohon kepada janda kaya itu agar memberikan sesuap nasi untuk anaknya. Tanpa sepatah kata, Bagende Endit masuk ke dalam rumah. Alangkah senangnya hati perempuan tua itu, karena mengira Bagende Endit akan mengambil makanan. Tak berapa lama kemudian, Bagende Endit pun keluar. Namun, bukannya membawa makanan, melainkan sebuah ember yang berisi air dan tiba-tiba Bagende Endit menyiramkannya ke arah perempuan tua itu.

“Byuuurrr...! Rasakanlah ini hai perempuan tua!” seru Bagenda Endit.

Bagenda Endit memang tak mempunyai perasaan. Dia sama sekali tak mempunyai rasa kasihan pada perempuan tua dan anaknya. Bagenda Endit menjadi sangat marah. Kemudian, dia meminta perempuan tuan itu untuk pergi. Lalu Bangenda Endit menyeret perempuan itu keluar.

Keesokan harinya, beberapa warga datang ke rumah Bagenda Endit meminta air sumur untuk keperluan memasak dan mandi. Kebetulan di desa itu hanya janda kaya itulah satu-satunya yang memiliki sumur dan airnya pun sangat melimpah. Sementara warga di sekitarnya harus mengambil air di sungai yang jaraknya cukup jauh dari desa.
“Bagenda Endit, tolonglah kami! Biarkanlah kami mengambil air di sumur Bagenda Endit untuk kami pakai memasak. Kami sudah kelaparan,” iba seorang warga dari luar pagar rumah Bagenda Endit. "Hai, kalian semua! Aku tidak mengizinkan kalian mengambil air di sumurku! Jika kalian mau mengambil air, pergilah ke sungai sana!” usir Bagenda Endit.
Para warga tersebut tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya, mereka pun terpaksa pergi ke sungai untuk mengambil air. Tak berapa lama setelah warga tersebut berlalu, tiba-tiba seorang kakek tua renta berdiri sambil memegang tongkatnya di depan rumah Bagenda Endit. Kakek itu juga bermaksud untuk meminta air tapi hanya untuk diminum.
“Ampun Bagenda Endit! Berilah hamba seteguk air minum. Hamba sangat haus,” iba Kakek itu. Bagenda Endit yang sejak tadi sudah merasa kesal menjadi semakin kesal melihat kedatangan kakek tua itu. Tanpa sepata kata pun, ia keluar dari rumahnya lalu menghampiri dan merampas tongkat sang kakek. Dengan tongkat itu, ia kemudian memukuli kakek itu hingga babak belur dan jatuh tersungkur ke tanah. Melihat kakek itu tidak sudah tidak berdaya lagi, Bagenda Endit membuang tongkat itu di samping kakek itu lalu bergegas masuk ke dalam rumahnya. Sungguh malang nasib kakek tua itu. Bukannya air minum yang diperoleh dari janda itu melainkan penganiayaan. Sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, kakek itu berusaha meraih tongkatnya untuk bisa bangkit kembali. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, kakek itu menancapkan tongkatnya di halaman rumah Bagenda Endit. Begitu ia mencabut tongkat itu, tibatiba air menyembur keluar dari bekas tancapan tongkat itu. Bersamaan dengan itu, kakek itu pun menghilang entah ke mana. Semakin lama semburan air itu semakin besar dan deras. Para warga pun berlarian meninggalkan desa itu untuk menyelamatkan diri. Sementara itu, Bagenda Endit masih berada di dalam rumahnya hendak menyelamatkan semua harta bendanya. Tanpa disadarinya, ternyata air telah menggenangi seluruh desa. Ia pun berusaha untuk menyelamatkan diri sambil berteriak meminta tolong.

“Tolooong.... Toloong... Tolong aku! Aku tidak bisa berenang!” teriak Bagenda Endit meminta tolong sambil menggendong sebuah peti emas dan permatanya. Bagenda Endit terus berteriak hingga suaranya menjadi parau. Namun tak seorang pun yang datang menolongnya karena seluruh warga telah pergi meninggalkan desa. Janda kaya yang pelit itu tidak bisa lagi menyelamatkan diri dan tenggelam bersama seluruh harta kekayaannya. Semakin lama, desa itu terus tergenang air hingga akhirnya lenyap dan menjadilah sebuah danau yang luas dan dalam. Oleh masyarakat setempat, danau itu diberi nama Situ Bagendit. Kata situ berarti danau yang luas, sedangkan kata bagendit diambil dari nama Bagenda Endit.



====


Demikian cerita Legenda Danau Situ Bagendit dari daerah Jawa Barat. Hingga kini, Danau Situ Bagendit menjadi salah satu obyek wisata alam di Jawa Barat. Para pengunjung dapat menikmati keindahan pemandangan danau ini dengan rakit-rakit yang telah tersedia.

Pelajaran yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah jangan terlalu mencinta apa yang kita miliki yang memnyebabkan kita menjadi kikir dan serakah. Karena sesungguhnya kekikiran dan keserakahan terhadap harta benda dapat menyebabkan seseorang celaka.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar